Jumat, 08 Oktober 2010

Botol Plastik

Botol Plastik



Sehabis membuat kaki ini bekerja berat, berjalan berkilo-kilo meter, mengelilingi Beijing, saat melintasi keramaian malam deket daerah Wang Fu Tjing, aku berhenti sejenak untuk mencicipi makanan local, seperti biasa aku senang dengan mencoba segala makanan jalanan yang aku temui, kali ini aku makan gorengan tahu dengan istilah yong tofu (tahu basi) hehehe enak loh, mungkin yang di Taipei bisa lebih menceritakan hal ini. Kemudian makan semangkuk mie kuah. Saat itu kamera masih bergelayut dileher. Aku berdiri dekat dengan tong sampah karena ramai dan dekat situ ada tempat kosong buat aku berdiri sambil menyantap semangkuk mie dalam mangkuk plasic. Sesaat setelah habis, masih tersisa kuah dan sedikit remah2 mie dan daging cincangnya. Kubuang mangkuk itu ke dalam tong sampah. Sesaat kemudian, seorang dengan berbalutkan baju lusuh berwarna hijau, cukup tebal tapi penuh tambalan, mengorek tong sampah itu dan mendapati mangkuk yang aku buang. Kemudian dia meminum kuah yang tersisa berserta isinya, ah…. aku terpatung sejenak, dengan pemandangan ini, seakan waktu terhenti sejenak, dan buru buru aku ingin membelikan semangkuk penuh untuk si bapak ini, tapi dia terlalu cepat berlalu ke tong sampah berikutnya, aku hendak memberikan uang, tapi dia tidak meminta uang, dia seakan seperti pemulung yang mengumpulkan plastic bekas dan karton2 bekas serta juga botol2 minuman, tapi dia juga memakan ‘sampah’ yang ada di tong tersebut.

Pemandangan ini membuat ku teringat sewaktu aku di Guang Zhou, saat duduk menikmati kehidupanjalanan disana, seorang berpakaian seperti veteran perang juga mengumpulkan plastic2 dan kemudian dia menemukan sebuah plastic makanan dalam tong sampah dan memakannya, wajahnya memperhatikan sekeliling, aku dari jauh memperhatikannya, mencuri-curi pandang ke arahnya. Begitu tragiskan kehidupan ini.

Teringat juga saat mengunjungi Great Wall, bertemu dengan seorang tua yang menunggu botol minuman, aku sedang meminumnya, aku lihat kenapa bapak ini berdiri didekatku, ternyata dia menunggu aku membuang botol itu. Aku habiskan minuman itu dan kemudian memberikan botol itu kepadanya, dia senang sekali, kemudian aku ambil lagi botol di tasku, kuberikan lagi kepadanya, biasanya aku selalu bawa lebih dari satu botol dalam perjalanan. Wajahnya senang sekali, tertawa2, walau aku tidak bisa berkomunikasi tapi dia merasa senang, saat aku hendak pergi dia menghampiri dan menundukkan kepala seakan mengucapkan terima kasih. Ah sebuah botol plastic begitu berharga baginya.

Maafkan aku jika aku masih memberikan uang di jalanan kepada anak2 pengemis atau para ibu yg menggendong bayi di lampu2 merah, memang tidak mendidik, tapi aku juga tidak tahan melihat mereka dengan kehidupan seperti ini.

Mungkin kita berkata 500 rupiah tidak akan membantu mereka, dan terpikir pemerintah yang harus ambil tindakan, kan fakir miskin dipelihara Negara, tapi mungkin dengan sedikit hati nurani dan senyum dan pemikiran untuk hari ini tidak minum softdrink atau tidak merokok atau mengirit makan siang dengan membantu sesame bisa membuat seseorang bahagia, meringankan bebannya, Sebuah botol plastik bisa membuat mereka gembira.

Kesimpulan dari saya: Ini mungkin adalah sebuah contoh kecil dari masyarakat ibu kota yang menikmati hidupnya dari jalanan. Apa mereka mengeluh? Apa mereka meronta menghadapi nasibnya? Tentu saja mereka melakukannya, namun kepada siapa? Tak ada bukti yang ada hanyalah janji belaka. Kemakmuran mereka dan keluarga mereka dari mengais botol plastik saja sangatlah bersyukur, bagaimana dengan kita? Renungkanlah dari sekarang agar kalian sadar

S U M B E R

Tidak ada komentar:

Posting Komentar